Selasa, 17 Juni 2014

3 Tahun Aku Di Perkosa

Saat itu aku berusia 16 tahun. Keluargaku tinggal di sebuah daerah di Jawa Tengah. Kami memang bukan orang kaya raya, tapi setidaknya kami hidup berkecukupan. Aku berkeinginan untuk melanjutkan sekolah SMU ku di Jakarta. Pada awalnya orang tuaku menolak, alasannya karena mereka menganggap hidup di Jakarta sangatlah sulit. Namun tekadku sudah bulat. Akhirnya aku berangkat dengan kereta menuju Jakarta. Perjalanan sehari semalam ini memang membuatku pegal walaupun kereta cukup nyaman. Aku sulit memejamkan mata karena terus-menerus membayangkan gemerlapnya Jakarta. Namun niatku bukan untuk bersenang-senang, aku mau belajar, menuntul ilmu setinggi-tingginya.

Akhirnya kereta tiba di stasiun Gambir, kira-kira pukul 11 siang. Ternyata Jakarta sangat terik! Ini memang bukan pertama kalinya aku ke Jakarta. Pernah beberapa kali sebelumnya aku ke kota ini untuk keperluan keluarga dan liburan. Tapi kali ini aku pergi sendiri. Dengan berbekal catatan rute angkutan umum, aku beranikan diri untuk mencari bus kota. Supir taksi dan ojek pun bertubi-tubi menawarkan jasa. Aku mau irit sajalah, lagipula hanya 2 kali naik bus, bisa lahh…

Bus melaju ke selatan Jakarta, tempat dimana tante dan om ku tinggal. Jalanan cukup lancar siang itu, jam 1 aku sudah tiba di rumah mereka. Tante dan om menyambut dengan ramah. Aku langsung diantar ke kamar tamu. Mereka sudah memiliki anak berumur 3 tahun. Rumah ini memang tidak terlalu besar, namun cukup nyaman untukku. Hari itu kuhabiskan waktu untuk bermain-main dengan Dipo, anak tante dan omku.

Hari-hari sekolah sudah dimulai, ini adalah tahun ajaran baru, dan aku duduk di kelas 1 SMU. Suasana belajar disini tidak seperti di kampung. Disini lebih ramai dan alat praktikumnya juga lebih lengkap. Aku sangat bersemangat sekali sekolah. Uang jajan rutin dikirim orang tuaku. Aku mengakali uang jajanku supaya bisa tersisa banyak karena ngga mungkin aku minta uang tambahan pada tante dan om ku. Masa’ udah numpang, minta uang pula… Setiap hari aku juga membantu pekerjaan rumah. Hal ini ngga aku kerjakan dengan terpaksa, karena ini juga bentuk terima kasih kepada mereka. Begitulah, setiap harinya kegiatanku, berangkat sekolah pagi-pagi, pulang jam 4 sore, bantu-bantu pekerjaan rumah. Bila ada keperluan diluar, aku usahakan untuk tidak pulang terlalu malam.

Kira-kira sudah 6 bulan aku tinggal disini. Dan mulai hari itu lah banyak kejadian yang menimpa diriku. Tanteku kini mempunyai usaha tempat makan yang buka dari jam 5 sore sampai jam 1 malam. Hampir setiap ku pulang sekolah, aku tidak bertemu tanteku karena dia sudah harus berada di tempat makan tsb jam setengah 5. Jadi aku hanya akan bertemu dengan om ataupun Dipo, itu juga kalau Dipo ngga ikut pergi dengan tanteku. Pernah suatu ketika saat ku pulang sekolah, saat berganti baju di kamar, omku tiba-tiba membuka pintu. Aku kaget dan reflek menutup tubuhku yang hanya memakai bra dan cd. Dan dia langsung bilang maaf dan pergi menutup pintu.

Hari-hari selanjutnya kadang ku memergoki om yang sedang melihat paha ataupun toketku. Bajuku di rumah juga ngga menggoda. Kaos dan celana pendek ataupun daster selutut. Suatu malam, om meminta tolong memijit punggung dan kakinya, katanya terkilir. Awalnya aku agak ragu, namun aku ngga mau dibilang membantah. Posisi om sudah tengkurap di atas karpet. Aku pijit bagian punggungnya walaupun aku sendiri sebenarnya tidak tau bagaimana cara memijit yang benar.

“Aahh, enak banget pijitanmu, Vie.. Coba ditekan lebih kuat lagi dong”

Aku menurut saja.

“Pinggang om juga pegal, Vie, tolong bagian situ lebih lama yah”

Tanganku turun ke bagian pinggannya. Ku pijat dengan 2 tangan dan ditekan lebih keras.

“Enak banget, Vie, Kayaknya pinggang om udah ngga sakit lagi deh, kamu emang pintar.. Sekarang pindah ke betis dan paha om yah! Udah pegel bgt nih.”

“Ya om,” jawabku.

Pertama-tama ku pijat bagian pergelangan kakinya. Lalu pindah ke betisnya, turun lagi ke bagian pergelangan kakinya, bergitu berulang-ulang. Om memakai celana yang aga pendek setengah paha.

“Udah, Vie, sekarang yg bagian paha yaa”

Lalu kupijat bagian paha, sesuai kata om.

“Mmmmhhh mmmhh”

Berulang-ulang om mengaluarkan suara seperti itu.

“Sakit ya, om?

“Ngga kok, Vie, justru enak banget malah! Coba keatasan dikit, Vi..”

“Disini?”

“Naikan lagi dikit”

“Disini?”

“Iyaaa, enak bgt itu, Vi!”

Aku memijit paha bagian dalam, dekat sekali dengan selangkangannya om.

Sejujurnya jariku sudah mulai pegal, namun om belum minta berhenti, malah sepertinya dia keenakan.

Tiba-tiba dia membalikkan badan, lalu meminta aku memijat pahanya yg bagian depan.

Kulihat sedikit basah di celana om. Tapi aku pura-pura ngga melihat saja.

“Ayo pijat, kok malah bengong?”

“Ehhh ohh iya… Hehehe”

Sambil kupijat pahanya, kulihat om merem melek dan mengeluarkan suara desahan yg pelan.

“Vi, kamu punya pacar?”

“Loh kok nanya ky gitu om?”

“Yaa nanya ajaaa, ngga mungkin kan anak seumuran kamu ngga punya pacar. Tenang aja, om ga akan bilang sapa-sapa.”

“Mmmm ya ada sih om.”

“Terus kamu pernah ngapain aja sama pacar kamu?”

“Maksud om?

“Ahhh kamu pura-pura ngga ngerti! Apa pernah ciuman, atau apa? Sejauh mana gitu lohh maksut om.”

“Ehh mmm yaa biasa aja sih, om, cuma ciuman aja, sama pegang-pegang aja.”

“Hahaha om ngerti…”

Malam itu sesi pijitnya selesai sampai disitu. Begitulah hampir setiap malam om memintaku untuk memijitnya. Kalau pulang sekolah, kadang om suka memberi uang saku untukku, tidak dikasi ke tanganku, tapi langsung ditaro di kantong bajuku. Jarinyanya kadang digerakkan dengan sengaja saat didalam saku baju, sehingga mengenai pentilku. Bagiku, uang 100ribu sangatlah banyak.

Suatu hari, aku pulang agak malam. Jam 8 aku tiba di rumah. Hanya ada om sedang menonton tv.

“Dari mana kamu?”

“Oh.. Aku abis dari nonton sama temen-temen, om.”

“Yawda sana cepet mandi, abis ini pijitin om ya”

“Iya”
Aku menutup pintu kamar dan agak sedikit sebel karena akupun lelah, tapi masih saja harus memijit. Kulepaskan kancing bajuku satu persatu. Kuturunkan risleting rokku. Kini hanya bra dan cd saja yang menempel di tubuhku. Ku tatap tubuhku di cermin besar. Sebenarnya aku pulang malam karena tadi pacaran dulu. Kubuka kaitan bra, dan kutekan-tekan toketku perlahan. Ahh, toketku agak sakit karena tadi pacarku meremasnya dengan kencang. Pentilku juga sepertinya jadi lebih mancung akibat hisapan tadi.. Kuperhatikan bekas gigitan pacarku di samping toket kiri. Kuremas toketku perlahan dengan kedua tangan. Ahh nikmatnya… Andaikan pacarku bisa melakukan ini setiap hari. Kuperhatikan ekspresi wajahku saat ku remas toket ini. Kujepit perlahan pentilnya. Sungguh nikmatttt…

Tiba-tiba om membuka pintu! Sial!!! Aku memang lupa menguncinya! Dengan gelagapan kurain kemeja untuk menutupi badan.

“A.. aaa… Apaan sih om?! Kok ngga ngetok pintu dulu sihh?!”

Suaraku bergetar, aku sangat ketakutan. Terlebih lagi sekarang aku hanya pakai cd dan om melihatku penuh napsu.

“Ngga, om cuma pengen manggil kamu aja, kirain kamu ketiduran.”

“Ngga kok om, a.. aku inget, nanti ya a.. a aku mau mandi dulu!”

Suaraku makin bergetar, om tau kalau aku sangat ketakutan. Namun dia ngga beranjak dari pintu kamarku, malah melihatku semakin lama dengan matanya yang penuh napsu. Senyumnya terlihat licik!

Lalu dia melangkahkan kakinya kearahku.

“Ma mau apa?!”

“Vi, kamu terlihat cantik deh kalo ga pake baju. Om suka ngeliatnya..”

“Ng nggak!! Sana pergiii!!!”

Aku lempar segala yang ada di atas tempat tidurku. Tas, jam tangan, bantal, rok. Sulit sekali melempar barang-barang tersebut sementara tangan kiriku mempertahankan kemeja seadanya yang menutupi tubuhku.

“Sssh, Vi, jangan galak gitu doong”

Tiba-tiba dia menangkap tanganku, aku berontak sekuat tenaga, namun tetap saja aku kalah tenaga bila dibandingkan dia. Lalu dia memegang tanganku yg satu lagi. Kemejanya kini tersibak, toketku menggantung bebas dan dia tertawa. Tubuhku dihempas ke tempat tidur sementara tangannya memegang tanganku. Dia menciumiku dengan paksa, aku berontak, kupalingkan wajahku ke kanan kiri. Dia menggigit kupingku dan aku tetap melakukan perlawanan.

PLAKKKKK….!!!

Sebuah temparan keras mendarat dipipiku. Perih sekali rasanya.

“Diam!!! Atau setelah ini om tampar lagi pipi kamu! Kalau masih ngga mau diam, om sundut toket kamu ini pake rokok!!!”

Aku hanya bisa menangis.

“Ampun omm, jangannnn…. Jangan…”

Namun ngga digubrisnya, dia menciumi bibirku, memasukkan lidahnya. Menciumi telingaku, menjilatnya sampai basah. Ciumannya turun ke leher, digigitnya kecil-kecil. Aku ngga sanggup meronta lagi, tanganku dibekap. Lalu dia berhenti menciumiku.

“Toket kamu bagus banget, Vi. Om suka. Pacar kamu pasti pernah ngemut toketmu kan? Tadi aja om liat kamu remas-remas toketmu sendri! Sekarang om kasi yang lebih enak tapi jangan melawan ya! Ingat, kalo kamu melawan, om sundut kamu pakai rokok!”

Perlahan tanganku dilepasnya. Lalu dia mengelus-elus dadaku sampai ke perut.

“Jangan, om… Plisss…”

Tangisku memang sudah berhenti, hanya tersisa sesengukan. namun kata-kataku pun sepertinya ngga akan menghentikan om sialan itu.

Tangannya mulai meraba-raba kedua toketku. Diremas-remasnya dengan kencang, sambil dicium-cium. Pentilku dimainkan dengan lidahnya, dihisap, lalu dimainkan lagi dengan lidahnya.

“Ahh…”

Aku tak sengaja mendesah.

“Tuh kan!! Om bilang juga apa, pasti enak kan!”

Lalu dia lanjutkan lagi kuluman pentilnya.

Sungguh, hisapan om memang lebih enak dibandingkan pacarku. Pentilku dipelintir dengan kedua jarinya, dijepit, ditarik-tarik. Walopun sedikit sakit, tapi enak.

“Nahh sekarang kamu isep punya om nih!”

“Ta tapi Vi belom pernah ngisep ‘itu’ om! Vi takut”

“Sini om ajarin ya”

Lalu dia turunkan celana pendeknya. Om ngga pakai celana dalam, jadi penisnya langsung menyembul keluar. Aku kaget, dan merasa aneh dengan bentuknya. Baru kali ini aku melihat penis cowo secara langsung. Biasanya hanya lewat film porno.

Om menuntun tanganku untuk mengocok batang penisnya. Maju mundur. Lalu mengarahkan ujung penisnya kebibirku.

“Emut ini, tapi jangan sampe kena gigi.”

Aku emut ujung penisnya perlahan, kurasakan cairan asin keluar dari situ.

“Ahhh ya bener, Vi, enak banget! Coba masukin lebih dalam lagi!”

Ku masukkan batang penis lebih dalam lagi ke mulut sambil kukocok batangnya. Kulihat om merem melek saat kulakukan itu. Kepalaku didorong maju mundur olehnya. Kadang juga badannya yang bergerak maju mundur. Lalu om memasukkan penisnya jauh kedalam mulutku, rasanya sampai ke kerongkongan, aku terbatuk-batuk, ku dorong pinggulnya menjauh dari mukaku.

“Hahaha.. Keselek ya, Vi? Tapi yg barusan itu enak banget loh, lama-lama juga kamu terbiasa!”

“Udah, om. Vi ngga mau lagi..” Aku mulai menangis lagi.

“Ngga!!! Udah tanggung nih, om mau jilat memek kamu Vi!”

“Jaa jangan…”

belom sempat kuberontak, om sudah mendorong badanku hingga terjatuh di tempat tidur. Kakiku digeser ke pinggir tempat tidur, dia mulai menciumi perutku, lalu menciumi celana dalamku.

Aku coba menahan kaki untuk rapat, tapi percuma saja, pahaku ditahan oleh kedua tangannya.

Dia mulai lagi menciumi, menjilat dan menggigit vaginaku yang masih tertutup celana dalam.

“Aaahh oohh jang jangan ommmmm…”

Tapi dia terus menggerakkan bibirnya di vaginaku.

Sekarang jarinya meraba-raba celana dalamku yang sudah basah.

“Celana kamu udah basah tuh! Enak ya? Bentar lagi om kasi yang lebih enak!”

“Nggaaaaa!!! Jangaannn ommm!! Pliisssss!!!!”

Tapi jarinya udah menggelitik bagian klit ku. Walopun masih tertutup cd, rasanya seperti nyata.

Klit ku ditekan-tekan, kadang digerakan seperti gerakan menggaruk.

“Uhhh om.. Udahhhhh!!! Pliissss!”

Kakikuu dibukanya makin lebar. Kepalanya berada diantara selangkanganku. Jarinya masih bermain di klitku. Lalu dia berhenti, berdiri, menyuruhku bangun dengan posisi duduk. Dia pindah duduk dibelakangku. Dadanya menempel di punggungku. Diciumi pundakku, tangan kanannya meremas payudaraku dan tangannya satunya memainkan klitku.

“Gimana, Vi? Enak kan? Kamu kaya gini juga ngga ke pacarmu?”

Bibir om tepat di telingaku, aku ngga tau mau jawab apa, rasanya cuma desahan pelan yang keluar dari mulutku.

Lalu tangannya masuk kedalam celanaku.

“Wah, kamu udah becek banget, Vi. Enak nih, licin!”

Tangannya berputar-putar di vaginaku, sesekali menyentuh klit. Aku mendesah agak keras saat jarinya menyentuh klit. Om menyadari itu, lalu dengan sengaja, dia mainkan jarinya di klitku sementara tangan satunya lagi memilin pentilku dengan cepat.

“Ahhh om.. U udah udahhh!!!”

Tapi gerakan jarinya makin cepat di klitku. Ku rasakan darahku mengalir sampai ke ubun-ubun. Aku ngga tau perasaan apa ini. Sangat aneh tapi enak sekali. Jarinya bergerak makin cepat dan ditekan semakin dalam. Sektika aku merasakan sesuatu yang aneh yang membuat seluruh tubuhku mengejang.

“Ahhh om!!! Apaan ini!!!”

“Nikmatin aja, Vi, ini pasti bakalan enak banget kok, percaya deh sama om!”

Ternyata benar, seketika itu tubuhku mengejang, kurasakan denyutan di klit dan diseluruh tubuhku.

“Ommm udah, udah!!! St stoppp!”

“Gimana? Enak kan?”

Aku ngga menjawab, seluruh tubuhku masih terasa ngilu.
Lalu om bangun dari tempat tidurku, dia berlutut diantara kedua kakiku. Diturunkan cdku perlahan. Toketku dan pentilku diciumi sambil melepaskan cdku.

Sekarang aku benar-benar telanjang di depan omku. Aku lihat dia berdiri dengan penis yang tegak. Dia memuji-muji tubuhku sambil mengocok penisnya. Vaginaku diusap-usap sambil sesekali memainkan klitku yang masih ngilu karena orgasme tadi. Lalu dia jilat-jilat vaginaku. Lidahnya masuk kedalam lubang vaginaku.

“Jangan!!! Jangan dimasukin om!! Plisss”

Tapi lidahnya terus masuk kedalam vaginaku, membuat sensasi geli dan enak, tapi aku juga takut. Takut kalo selaput daraku akan sobek karena jilatan itu. Lidah nya terus menari-nari di liang vaginaku. Sepertinya banyak sekali cairan yang aku keluarkan, tapi om ngga peduli, dia jilat habisss semua cairanku. Jarinya semakin menggila memainkan klit ku. Dan aku mendapatkan orgasme yang kedua.

“Ahh ommm, ahhhhhh uhhh”

Ngga ada lagi kata yang bisa kuucapkan selain desahan. Vaginaku berkedut hebat seiring detak jantung. Klitku terasa ngilu sekali.

“Vi, kalo kamu orgasme kaya tadi, bikin memek kamu makin lebar. Sini om kasi yang lebih enak lagi dibanding yang barusan!”

“Ja jangan om! Vi masih perawan, Vi ngga mauu!!! Ja jangannn om!!!”

Aku meronta sekuat tenaga.

PLAKKKK…!!!

Tamparan mendarat di pipiku. Ini lebih perih dari yang pertama.

Aku cuma bisa menangis, saat om menggesek-gesekkan penisnya di bibir vaginaku. Aku coba merapatkan paha namun sia-sia. Kalah tenaga.

Perlahan-lahan kepala penisnya menerobos bibir vaginaku.

“Ssss sa sakitttt ommm!!! Sakitttt!!!”
Om ngga peduli. Dia tetap mendorong penisnya. Ku cengkram lengannya kuat-kuat. Sedangkan tanga satunya lagi mencengkram sperei yang sudah berantakan.

Perih dan sakit sekali saat ujung penis itu masuk walaupun perlahan.

“Liat nih, Vi, kepala ****** om udah masuk!”

Aku ngga mempedulikannya. Aku cuma meringis menahan sakit.

Om masih berusaha memasukan penisnya, kulihat batang penisnya berlumuran darah namun ngga begitu banyak. Aku tau, itu darah perawanku. Air mataku mengalir karena ku menyesali kenapa harus kehilangan keperawananku dengan cara seperti ini.

Penis om masuk semaik dalam. Kurasakan penisnya berhimpitan dengan tulang-tulang dalam vaginaku. Lalu penisnya digerakkan mundur perlahan, lalu bergerak maju, begitu seterusnya. Sungguh, aku ngga merasakan nikmat. Hanya sakit yang kurasakan.

“Uhh.. Sssaakittt ommm!! Pe pelannn pelllannn…”

Penisnya bergerak maju mundur, dan sesekali dia tegangkan penisnya sehingga membuatku mendesah lebih kencang. Kedua pentilku sambil dipelintir dengan tangannya dan penisnya bergerak maju mundur. Kali ini sedikit lebih cepat. Kulihat om mengeluarkan desahan yang semakin kencang. Dagunya terangkat dan matanya terpejam.

“Aaahh, Vi… Om mau keluar nih… Ahhhhh”

Aku mengerti kalau om sudah akan ejakulasi.

Dia cabut penisnya dan air mani bermuncratan ke perutku. Rasanya hangat. Om masih mengocok batang penisnya yang berlumuran darah.

“Aahhh Vi, memek kamu eennnnakkkk banget, peju om sampe keluar benyak banget kan tuhh… Coba kamu jilat peju om deh…”

Lalu om menuntun jariku, mencolek peju yang berlumuran diatas perutku.

“Coba buka mulutnya”

Jari ber-peju itu ditempel ke lidahku.

“Gimana rasanya?”

“Anehh om, ngga enak ah”

“Hahaha kamu nanti lama-lama bakal ketagihan loh! Dah sana kamu mandi. Sepreinya dicuci, tuh darah perawan kamu tumpah-tumpah. Inget ya, Vi, jangan bilang siapa-siapa. Kalo ngga, badan kamu yg bagus ini bakalan kena sundut rokok, mungkin juga lebih dari itu.”

Aku cuma diam.
Saat itu cuma ada dendam terhadap om ku.

Begitulah setiap harinya, hampir setiap malam kalau tante dan Dipo ngga ada dirumah, aku jadi budak napsu om bejat itu. Permintaannya pun semakin aneh-aneh. Kadang dia ikat tangan ku dan menyumpal mulutku dengan celana dalam yg kupakai lalu badanku dilumuri lelehan coklat dan dia jilat seluruh badanku. Pernah pentilku dijepit dengan jepitan jemuran dan lubang vaginaku dimasukkan vibrator selama 3 jam, lalu aku disuruh melakukan tarian erotis.

Salah satunya kejadiannya seperti ini…

Suatu hari tante ada keperluan di luar kota selama 3 hari. Di rumah hanya tinggal aku, om dan Dipo. Setiap malam selama 3 hari itu, om selalu menyelinap ke kamarku. Aku yang sedang tertidur tiba-tiba merasakan ada tangan yang menyelinap kebawah dasterku. Jari-jarinya masuk, dikocoknya g-spotku sampai aku orgasme. Aku memang ngga pernah memakai bra dan cd saat tidur jadi membuatnya semakin mudah saja. Ternyata om sudah menyiapkan ‘peralatan’ untuk menyiksaku. Dia telanjangi aku dan menyumpal mulutku dengan celana dalamnya. Lalu tanganku diikat ke teralis jendela. Kaki ku diikat ke ujung kaki tempat tidur sehingga tubuhku membentuk huruf X. Lalu om keluar kamar dan kembali dengan membawa plastik hitam. Dia mengeluarkan jepitan jemuran. Jepitan jemuran diarahkan ke pentilku.

“Jaangan om! Itu pasti sakit!! Ja…..”

Suaraku terdengar tidak jelas karena disumpal

Jlepppp!!!!

Jepitan jemuran itu kini sudah menjepit pentil kiriku.

“Ahhhhhhh.. sakiiittt! Ampunn omm!!!!”

Jlepppp!!!

Kini pentil kananku juga dijepit dengan jepitan jemuran.

Dia tersenyum melihat ekspresiku yang kesakitan.

Rambutku dijambak dan diciumi sambil meremas-remas toketku yang menegang.

“Kamu udah jadi budakku! Kamu harus nurut!”

Sekarang dia meraih tas plastik hitam yang tadi dibawa.

Ada kain panjang berwarna hitam lalu dia lilitkan dikepalaku, menutupi mata.

Sekarang aku ngga bisa lihat apapun.

Lalu terdengar bunyi sesuatu yang dikeluarkan dari tas plastik. Aku ngga tau apa itu. Om cuma tertawa pelan.

Benda itu mengeluarkan suara getaran.

Zzzzzz zzzzz zzzzz

Ahh! Tidaaakk!! Itu pasti vibrator!

Kukerahkan tenaga ku untuk melepaskan tali yang mengikat dan tiba-tiba vibrator itu berada di bibir vagina. Bergetar di klitorisku, ditekan dengan kuat disitu dan akhirnya aku orgasme.

Om tertawa melihatku orgasme karena vibrator itu. Lalu dia masukkan kedalam vaginaku. Speednya pun bertambah makin cepat. Vaginaku dikocok dengan vibrator. Sensasinya memang luar biasa apalagi kalau dilakukan dengan cepat.

“Mmmmhhh!!! Mmmhhh!!”

Eranganku tidak terdengar jelas saat vibrator itu dicopot dan diletakkan di penjepit jemuran yang kini menjepit pentilku. Lalu dimasukkan lagi ke vaginaku.

Tak lama kemudian aku pun orgasme. Kakiku mengejang dan tubuhku ahirnya terkulai lemas. Namun om tetap membiarkan vibratornya didalam vaginaku

“Tenang Vi sayang, aku akan menaruh vibrator ini selama 5 jam di dalam memek kamu.”

“Aahh!!! Ngga!!! Ngga mau!!! Dasar bajingan!!! Sialan!!!”

Walau suaraku tidak terdengar jelas, aku yakin om tau perkataanku.

Namun dia diam saja disampingku sambil meraba toketku.

Terdengar suara plastik diambil, sepertinya om mengambil sesuatu lagi didalam situ.

“Vi, aku masih punya 1 lagi nih!”

Ternyata masih ada 1 lagi vibrator. Lalu dia nyalakan dan dia tempelkan vibrator itu di penjepit jemuran yang kini menjepit pentilku.

Aku rasakan sensai geli dan sakit secara bersamaan.

“Gimana, Vi? Yang ini pasti lebih enak.”
Saat itu aku berusia 16 tahun. Keluargaku tinggal di sebuah daerah di Jawa Tengah. Kami memang bukan orang kaya raya, tapi setidaknya kami hidup berkecukupan. Aku berkeinginan untuk melanjutkan sekolah SMU ku di Jakarta. Pada awalnya orang tuaku menolak, alasannya karena mereka menganggap hidup di Jakarta sangatlah sulit. Namun tekadku sudah bulat. Akhirnya aku berangkat dengan kereta menuju Jakarta. Perjalanan sehari semalam ini memang membuatku pegal walaupun kereta cukup nyaman. Aku sulit memejamkan mata karena terus-menerus membayangkan gemerlapnya Jakarta. Namun niatku bukan untuk bersenang-senang, aku mau belajar, menuntul ilmu setinggi-tingginya.

Akhirnya kereta tiba di stasiun Gambir, kira-kira pukul 11 siang. Ternyata Jakarta sangat terik! Ini memang bukan pertama kalinya aku ke Jakarta. Pernah beberapa kali sebelumnya aku ke kota ini untuk keperluan keluarga dan liburan. Tapi kali ini aku pergi sendiri. Dengan berbekal catatan rute angkutan umum, aku beranikan diri untuk mencari bus kota. Supir taksi dan ojek pun bertubi-tubi menawarkan jasa. Aku mau irit sajalah, lagipula hanya 2 kali naik bus, bisa lahh…

Bus melaju ke selatan Jakarta, tempat dimana tante dan om ku tinggal. Jalanan cukup lancar siang itu, jam 1 aku sudah tiba di rumah mereka. Tante dan om menyambut dengan ramah. Aku langsung diantar ke kamar tamu. Mereka sudah memiliki anak berumur 3 tahun. Rumah ini memang tidak terlalu besar, namun cukup nyaman untukku. Hari itu kuhabiskan waktu untuk bermain-main dengan Dipo, anak tante dan omku.

Hari-hari sekolah sudah dimulai, ini adalah tahun ajaran baru, dan aku duduk di kelas 1 SMU. Suasana belajar disini tidak seperti di kampung. Disini lebih ramai dan alat praktikumnya juga lebih lengkap. Aku sangat bersemangat sekali sekolah. Uang jajan rutin dikirim orang tuaku. Aku mengakali uang jajanku supaya bisa tersisa banyak karena ngga mungkin aku minta uang tambahan pada tante dan om ku. Masa’ udah numpang, minta uang pula… Setiap hari aku juga membantu pekerjaan rumah. Hal ini ngga aku kerjakan dengan terpaksa, karena ini juga bentuk terima kasih kepada mereka. Begitulah, setiap harinya kegiatanku, berangkat sekolah pagi-pagi, pulang jam 4 sore, bantu-bantu pekerjaan rumah. Bila ada keperluan diluar, aku usahakan untuk tidak pulang terlalu malam.

Kira-kira sudah 6 bulan aku tinggal disini. Dan mulai hari itu lah banyak kejadian yang menimpa diriku. Tanteku kini mempunyai usaha tempat makan yang buka dari jam 5 sore sampai jam 1 malam. Hampir setiap ku pulang sekolah, aku tidak bertemu tanteku karena dia sudah harus berada di tempat makan tsb jam setengah 5. Jadi aku hanya akan bertemu dengan om ataupun Dipo, itu juga kalau Dipo ngga ikut pergi dengan tanteku. Pernah suatu ketika saat ku pulang sekolah, saat berganti baju di kamar, omku tiba-tiba membuka pintu. Aku kaget dan reflek menutup tubuhku yang hanya memakai bra dan cd. Dan dia langsung bilang maaf dan pergi menutup pintu.

Hari-hari selanjutnya kadang ku memergoki om yang sedang melihat paha ataupun toketku. Bajuku di rumah juga ngga menggoda. Kaos dan celana pendek ataupun daster selutut. Suatu malam, om meminta tolong memijit punggung dan kakinya, katanya terkilir. Awalnya aku agak ragu, namun aku ngga mau dibilang membantah. Posisi om sudah tengkurap di atas karpet. Aku pijit bagian punggungnya walaupun aku sendiri sebenarnya tidak tau bagaimana cara memijit yang benar.

“Aahh, enak banget pijitanmu, Vie.. Coba ditekan lebih kuat lagi dong”

Aku menurut saja.

“Pinggang om juga pegal, Vie, tolong bagian situ lebih lama yah”

Tanganku turun ke bagian pinggannya. Ku pijat dengan 2 tangan dan ditekan lebih keras.

“Enak banget, Vie, Kayaknya pinggang om udah ngga sakit lagi deh, kamu emang pintar.. Sekarang pindah ke betis dan paha om yah! Udah pegel bgt nih.”

“Ya om,” jawabku.

Pertama-tama ku pijat bagian pergelangan kakinya. Lalu pindah ke betisnya, turun lagi ke bagian pergelangan kakinya, bergitu berulang-ulang. Om memakai celana yang aga pendek setengah paha.

“Udah, Vie, sekarang yg bagian paha yaa”

Lalu kupijat bagian paha, sesuai kata om.

“Mmmmhhh mmmhh”

Berulang-ulang om mengaluarkan suara seperti itu.

“Sakit ya, om?

“Ngga kok, Vie, justru enak banget malah! Coba keatasan dikit, Vi..”

“Disini?”

“Naikan lagi dikit”

“Disini?”

“Iyaaa, enak bgt itu, Vi!”

Aku memijit paha bagian dalam, dekat sekali dengan selangkangannya om.

Sejujurnya jariku sudah mulai pegal, namun om belum minta berhenti, malah sepertinya dia keenakan.

Tiba-tiba dia membalikkan badan, lalu meminta aku memijat pahanya yg bagian depan.

Kulihat sedikit basah di celana om. Tapi aku pura-pura ngga melihat saja.

“Ayo pijat, kok malah bengong?”

“Ehhh ohh iya… Hehehe”

Sambil kupijat pahanya, kulihat om merem melek dan mengeluarkan suara desahan yg pelan.

“Vi, kamu punya pacar?”

“Loh kok nanya ky gitu om?”

“Yaa nanya ajaaa, ngga mungkin kan anak seumuran kamu ngga punya pacar. Tenang aja, om ga akan bilang sapa-sapa.”

“Mmmm ya ada sih om.”

“Terus kamu pernah ngapain aja sama pacar kamu?”

“Maksud om?

“Ahhh kamu pura-pura ngga ngerti! Apa pernah ciuman, atau apa? Sejauh mana gitu lohh maksut om.”

“Ehh mmm yaa biasa aja sih, om, cuma ciuman aja, sama pegang-pegang aja.”

“Hahaha om ngerti…”

Malam itu sesi pijitnya selesai sampai disitu. Begitulah hampir setiap malam om memintaku untuk memijitnya. Kalau pulang sekolah, kadang om suka memberi uang saku untukku, tidak dikasi ke tanganku, tapi langsung ditaro di kantong bajuku. Jarinyanya kadang digerakkan dengan sengaja saat didalam saku baju, sehingga mengenai pentilku. Bagiku, uang 100ribu sangatlah banyak.

Suatu hari, aku pulang agak malam. Jam 8 aku tiba di rumah. Hanya ada om sedang menonton tv.

“Dari mana kamu?”

“Oh.. Aku abis dari nonton sama temen-temen, om.”

“Yawda sana cepet mandi, abis ini pijitin om ya”

“Iya”
Aku menutup pintu kamar dan agak sedikit sebel karena akupun lelah, tapi masih saja harus memijit. Kulepaskan kancing bajuku satu persatu. Kuturunkan risleting rokku. Kini hanya bra dan cd saja yang menempel di tubuhku. Ku tatap tubuhku di cermin besar. Sebenarnya aku pulang malam karena tadi pacaran dulu. Kubuka kaitan bra, dan kutekan-tekan toketku perlahan. Ahh, toketku agak sakit karena tadi pacarku meremasnya dengan kencang. Pentilku juga sepertinya jadi lebih mancung akibat hisapan tadi.. Kuperhatikan bekas gigitan pacarku di samping toket kiri. Kuremas toketku perlahan dengan kedua tangan. Ahh nikmatnya… Andaikan pacarku bisa melakukan ini setiap hari. Kuperhatikan ekspresi wajahku saat ku remas toket ini. Kujepit perlahan pentilnya. Sungguh nikmatttt…

Tiba-tiba om membuka pintu! Sial!!! Aku memang lupa menguncinya! Dengan gelagapan kurain kemeja untuk menutupi badan.

“A.. aaa… Apaan sih om?! Kok ngga ngetok pintu dulu sihh?!”

Suaraku bergetar, aku sangat ketakutan. Terlebih lagi sekarang aku hanya pakai cd dan om melihatku penuh napsu.

“Ngga, om cuma pengen manggil kamu aja, kirain kamu ketiduran.”

“Ngga kok om, a.. aku inget, nanti ya a.. a aku mau mandi dulu!”

Suaraku makin bergetar, om tau kalau aku sangat ketakutan. Namun dia ngga beranjak dari pintu kamarku, malah melihatku semakin lama dengan matanya yang penuh napsu. Senyumnya terlihat licik!

Lalu dia melangkahkan kakinya kearahku.

“Ma mau apa?!”

“Vi, kamu terlihat cantik deh kalo ga pake baju. Om suka ngeliatnya..”

“Ng nggak!! Sana pergiii!!!”

Aku lempar segala yang ada di atas tempat tidurku. Tas, jam tangan, bantal, rok. Sulit sekali melempar barang-barang tersebut sementara tangan kiriku mempertahankan kemeja seadanya yang menutupi tubuhku.

“Sssh, Vi, jangan galak gitu doong”

Tiba-tiba dia menangkap tanganku, aku berontak sekuat tenaga, namun tetap saja aku kalah tenaga bila dibandingkan dia. Lalu dia memegang tanganku yg satu lagi. Kemejanya kini tersibak, toketku menggantung bebas dan dia tertawa. Tubuhku dihempas ke tempat tidur sementara tangannya memegang tanganku. Dia menciumiku dengan paksa, aku berontak, kupalingkan wajahku ke kanan kiri. Dia menggigit kupingku dan aku tetap melakukan perlawanan.

PLAKKKKK….!!!

Sebuah temparan keras mendarat dipipiku. Perih sekali rasanya.

“Diam!!! Atau setelah ini om tampar lagi pipi kamu! Kalau masih ngga mau diam, om sundut toket kamu ini pake rokok!!!”

Aku hanya bisa menangis.

“Ampun omm, jangannnn…. Jangan…”

Namun ngga digubrisnya, dia menciumi bibirku, memasukkan lidahnya. Menciumi telingaku, menjilatnya sampai basah. Ciumannya turun ke leher, digigitnya kecil-kecil. Aku ngga sanggup meronta lagi, tanganku dibekap. Lalu dia berhenti menciumiku.

“Toket kamu bagus banget, Vi. Om suka. Pacar kamu pasti pernah ngemut toketmu kan? Tadi aja om liat kamu remas-remas toketmu sendri! Sekarang om kasi yang lebih enak tapi jangan melawan ya! Ingat, kalo kamu melawan, om sundut kamu pakai rokok!”

Perlahan tanganku dilepasnya. Lalu dia mengelus-elus dadaku sampai ke perut.

“Jangan, om… Plisss…”

Tangisku memang sudah berhenti, hanya tersisa sesengukan. namun kata-kataku pun sepertinya ngga akan menghentikan om sialan itu.

Tangannya mulai meraba-raba kedua toketku. Diremas-remasnya dengan kencang, sambil dicium-cium. Pentilku dimainkan dengan lidahnya, dihisap, lalu dimainkan lagi dengan lidahnya.

“Ahh…”

Aku tak sengaja mendesah.

“Tuh kan!! Om bilang juga apa, pasti enak kan!”

Lalu dia lanjutkan lagi kuluman pentilnya.

Sungguh, hisapan om memang lebih enak dibandingkan pacarku. Pentilku dipelintir dengan kedua jarinya, dijepit, ditarik-tarik. Walopun sedikit sakit, tapi enak.

“Nahh sekarang kamu isep punya om nih!”

“Ta tapi Vi belom pernah ngisep ‘itu’ om! Vi takut”

“Sini om ajarin ya”

Lalu dia turunkan celana pendeknya. Om ngga pakai celana dalam, jadi penisnya langsung menyembul keluar. Aku kaget, dan merasa aneh dengan bentuknya. Baru kali ini aku melihat penis cowo secara langsung. Biasanya hanya lewat film porno.

Om menuntun tanganku untuk mengocok batang penisnya. Maju mundur. Lalu mengarahkan ujung penisnya kebibirku.

“Emut ini, tapi jangan sampe kena gigi.”

Aku emut ujung penisnya perlahan, kurasakan cairan asin keluar dari situ.

“Ahhh ya bener, Vi, enak banget! Coba masukin lebih dalam lagi!”

Ku masukkan batang penis lebih dalam lagi ke mulut sambil kukocok batangnya. Kulihat om merem melek saat kulakukan itu. Kepalaku didorong maju mundur olehnya. Kadang juga badannya yang bergerak maju mundur. Lalu om memasukkan penisnya jauh kedalam mulutku, rasanya sampai ke kerongkongan, aku terbatuk-batuk, ku dorong pinggulnya menjauh dari mukaku.

“Hahaha.. Keselek ya, Vi? Tapi yg barusan itu enak banget loh, lama-lama juga kamu terbiasa!”

“Udah, om. Vi ngga mau lagi..” Aku mulai menangis lagi.

“Ngga!!! Udah tanggung nih, om mau jilat memek kamu Vi!”

“Jaa jangan…”

belom sempat kuberontak, om sudah mendorong badanku hingga terjatuh di tempat tidur. Kakiku digeser ke pinggir tempat tidur, dia mulai menciumi perutku, lalu menciumi celana dalamku.

Aku coba menahan kaki untuk rapat, tapi percuma saja, pahaku ditahan oleh kedua tangannya.

Dia mulai lagi menciumi, menjilat dan menggigit vaginaku yang masih tertutup celana dalam.

“Aaahh oohh jang jangan ommmmm…”

Tapi dia terus menggerakkan bibirnya di vaginaku.

Sekarang jarinya meraba-raba celana dalamku yang sudah basah.

“Celana kamu udah basah tuh! Enak ya? Bentar lagi om kasi yang lebih enak!”

“Nggaaaaa!!! Jangaannn ommm!! Pliisssss!!!!”

Tapi jarinya udah menggelitik bagian klit ku. Walopun masih tertutup cd, rasanya seperti nyata.

Klit ku ditekan-tekan, kadang digerakan seperti gerakan menggaruk.

“Uhhh om.. Udahhhhh!!! Pliissss!”

Kakikuu dibukanya makin lebar. Kepalanya berada diantara selangkanganku. Jarinya masih bermain di klitku. Lalu dia berhenti, berdiri, menyuruhku bangun dengan posisi duduk. Dia pindah duduk dibelakangku. Dadanya menempel di punggungku. Diciumi pundakku, tangan kanannya meremas payudaraku dan tangannya satunya memainkan klitku.

“Gimana, Vi? Enak kan? Kamu kaya gini juga ngga ke pacarmu?”

Bibir om tepat di telingaku, aku ngga tau mau jawab apa, rasanya cuma desahan pelan yang keluar dari mulutku.

Lalu tangannya masuk kedalam celanaku.

“Wah, kamu udah becek banget, Vi. Enak nih, licin!”

Tangannya berputar-putar di vaginaku, sesekali menyentuh klit. Aku mendesah agak keras saat jarinya menyentuh klit. Om menyadari itu, lalu dengan sengaja, dia mainkan jarinya di klitku sementara tangan satunya lagi memilin pentilku dengan cepat.

“Ahhh om.. U udah udahhh!!!”

Tapi gerakan jarinya makin cepat di klitku. Ku rasakan darahku mengalir sampai ke ubun-ubun. Aku ngga tau perasaan apa ini. Sangat aneh tapi enak sekali. Jarinya bergerak makin cepat dan ditekan semakin dalam. Sektika aku merasakan sesuatu yang aneh yang membuat seluruh tubuhku mengejang.

“Ahhh om!!! Apaan ini!!!”

“Nikmatin aja, Vi, ini pasti bakalan enak banget kok, percaya deh sama om!”

Ternyata benar, seketika itu tubuhku mengejang, kurasakan denyutan di klit dan diseluruh tubuhku.

“Ommm udah, udah!!! St stoppp!”

“Gimana? Enak kan?”

Aku ngga menjawab, seluruh tubuhku masih terasa ngilu.
Lalu om bangun dari tempat tidurku, dia berlutut diantara kedua kakiku. Diturunkan cdku perlahan. Toketku dan pentilku diciumi sambil melepaskan cdku.

Sekarang aku benar-benar telanjang di depan omku. Aku lihat dia berdiri dengan penis yang tegak. Dia memuji-muji tubuhku sambil mengocok penisnya. Vaginaku diusap-usap sambil sesekali memainkan klitku yang masih ngilu karena orgasme tadi. Lalu dia jilat-jilat vaginaku. Lidahnya masuk kedalam lubang vaginaku.

“Jangan!!! Jangan dimasukin om!! Plisss”

Tapi lidahnya terus masuk kedalam vaginaku, membuat sensasi geli dan enak, tapi aku juga takut. Takut kalo selaput daraku akan sobek karena jilatan itu. Lidah nya terus menari-nari di liang vaginaku. Sepertinya banyak sekali cairan yang aku keluarkan, tapi om ngga peduli, dia jilat habisss semua cairanku. Jarinya semakin menggila memainkan klit ku. Dan aku mendapatkan orgasme yang kedua.

“Ahh ommm, ahhhhhh uhhh”

Ngga ada lagi kata yang bisa kuucapkan selain desahan. Vaginaku berkedut hebat seiring detak jantung. Klitku terasa ngilu sekali.

“Vi, kalo kamu orgasme kaya tadi, bikin memek kamu makin lebar. Sini om kasi yang lebih enak lagi dibanding yang barusan!”

“Ja jangan om! Vi masih perawan, Vi ngga mauu!!! Ja jangannn om!!!”

Aku meronta sekuat tenaga.

PLAKKKK…!!!

Tamparan mendarat di pipiku. Ini lebih perih dari yang pertama.

Aku cuma bisa menangis, saat om menggesek-gesekkan penisnya di bibir vaginaku. Aku coba merapatkan paha namun sia-sia. Kalah tenaga.

Perlahan-lahan kepala penisnya menerobos bibir vaginaku.

“Ssss sa sakitttt ommm!!! Sakitttt!!!”
Om ngga peduli. Dia tetap mendorong penisnya. Ku cengkram lengannya kuat-kuat. Sedangkan tanga satunya lagi mencengkram sperei yang sudah berantakan.

Perih dan sakit sekali saat ujung penis itu masuk walaupun perlahan.

“Liat nih, Vi, kepala ****** om udah masuk!”

Aku ngga mempedulikannya. Aku cuma meringis menahan sakit.

Om masih berusaha memasukan penisnya, kulihat batang penisnya berlumuran darah namun ngga begitu banyak. Aku tau, itu darah perawanku. Air mataku mengalir karena ku menyesali kenapa harus kehilangan keperawananku dengan cara seperti ini.

Penis om masuk semaik dalam. Kurasakan penisnya berhimpitan dengan tulang-tulang dalam vaginaku. Lalu penisnya digerakkan mundur perlahan, lalu bergerak maju, begitu seterusnya. Sungguh, aku ngga merasakan nikmat. Hanya sakit yang kurasakan.

“Uhh.. Sssaakittt ommm!! Pe pelannn pelllannn…”

Penisnya bergerak maju mundur, dan sesekali dia tegangkan penisnya sehingga membuatku mendesah lebih kencang. Kedua pentilku sambil dipelintir dengan tangannya dan penisnya bergerak maju mundur. Kali ini sedikit lebih cepat. Kulihat om mengeluarkan desahan yang semakin kencang. Dagunya terangkat dan matanya terpejam.

“Aaahh, Vi… Om mau keluar nih… Ahhhhh”

Aku mengerti kalau om sudah akan ejakulasi.

Dia cabut penisnya dan air mani bermuncratan ke perutku. Rasanya hangat. Om masih mengocok batang penisnya yang berlumuran darah.

“Aahhh Vi, memek kamu eennnnakkkk banget, peju om sampe keluar benyak banget kan tuhh… Coba kamu jilat peju om deh…”

Lalu om menuntun jariku, mencolek peju yang berlumuran diatas perutku.

“Coba buka mulutnya”

Jari ber-peju itu ditempel ke lidahku.

“Gimana rasanya?”

“Anehh om, ngga enak ah”

“Hahaha kamu nanti lama-lama bakal ketagihan loh! Dah sana kamu mandi. Sepreinya dicuci, tuh darah perawan kamu tumpah-tumpah. Inget ya, Vi, jangan bilang siapa-siapa. Kalo ngga, badan kamu yg bagus ini bakalan kena sundut rokok, mungkin juga lebih dari itu.”

Aku cuma diam.
Saat itu cuma ada dendam terhadap om ku.

Begitulah setiap harinya, hampir setiap malam kalau tante dan Dipo ngga ada dirumah, aku jadi budak napsu om bejat itu. Permintaannya pun semakin aneh-aneh. Kadang dia ikat tangan ku dan menyumpal mulutku dengan celana dalam yg kupakai lalu badanku dilumuri lelehan coklat dan dia jilat seluruh badanku. Pernah pentilku dijepit dengan jepitan jemuran dan lubang vaginaku dimasukkan vibrator selama 3 jam, lalu aku disuruh melakukan tarian erotis.

Salah satunya kejadiannya seperti ini…

Suatu hari tante ada keperluan di luar kota selama 3 hari. Di rumah hanya tinggal aku, om dan Dipo. Setiap malam selama 3 hari itu, om selalu menyelinap ke kamarku. Aku yang sedang tertidur tiba-tiba merasakan ada tangan yang menyelinap kebawah dasterku. Jari-jarinya masuk, dikocoknya g-spotku sampai aku orgasme. Aku memang ngga pernah memakai bra dan cd saat tidur jadi membuatnya semakin mudah saja. Ternyata om sudah menyiapkan ‘peralatan’ untuk menyiksaku. Dia telanjangi aku dan menyumpal mulutku dengan celana dalamnya. Lalu tanganku diikat ke teralis jendela. Kaki ku diikat ke ujung kaki tempat tidur sehingga tubuhku membentuk huruf X. Lalu om keluar kamar dan kembali dengan membawa plastik hitam. Dia mengeluarkan jepitan jemuran. Jepitan jemuran diarahkan ke pentilku.

“Jaangan om! Itu pasti sakit!! Ja…..”

Suaraku terdengar tidak jelas karena disumpal

Jlepppp!!!!

Jepitan jemuran itu kini sudah menjepit pentil kiriku.

“Ahhhhhhh.. sakiiittt! Ampunn omm!!!!”

Jlepppp!!!

Kini pentil kananku juga dijepit dengan jepitan jemuran.

Dia tersenyum melihat ekspresiku yang kesakitan.

Rambutku dijambak dan diciumi sambil meremas-remas toketku yang menegang.

“Kamu udah jadi budakku! Kamu harus nurut!”

Sekarang dia meraih tas plastik hitam yang tadi dibawa.

Ada kain panjang berwarna hitam lalu dia lilitkan dikepalaku, menutupi mata.

Sekarang aku ngga bisa lihat apapun.

Lalu terdengar bunyi sesuatu yang dikeluarkan dari tas plastik. Aku ngga tau apa itu. Om cuma tertawa pelan.

Benda itu mengeluarkan suara getaran.

Zzzzzz zzzzz zzzzz

Ahh! Tidaaakk!! Itu pasti vibrator!

Kukerahkan tenaga ku untuk melepaskan tali yang mengikat dan tiba-tiba vibrator itu berada di bibir vagina. Bergetar di klitorisku, ditekan dengan kuat disitu dan akhirnya aku orgasme.

Om tertawa melihatku orgasme karena vibrator itu. Lalu dia masukkan kedalam vaginaku. Speednya pun bertambah makin cepat. Vaginaku dikocok dengan vibrator. Sensasinya memang luar biasa apalagi kalau dilakukan dengan cepat.

“Mmmmhhh!!! Mmmhhh!!”

Eranganku tidak terdengar jelas saat vibrator itu dicopot dan diletakkan di penjepit jemuran yang kini menjepit pentilku. Lalu dimasukkan lagi ke vaginaku.

Tak lama kemudian aku pun orgasme. Kakiku mengejang dan tubuhku ahirnya terkulai lemas. Namun om tetap membiarkan vibratornya didalam vaginaku

“Tenang Vi sayang, aku akan menaruh vibrator ini selama 5 jam di dalam memek kamu.”

“Aahh!!! Ngga!!! Ngga mau!!! Dasar bajingan!!! Sialan!!!”

Walau suaraku tidak terdengar jelas, aku yakin om tau perkataanku.

Namun dia diam saja disampingku sambil meraba toketku.

Terdengar suara plastik diambil, sepertinya om mengambil sesuatu lagi didalam situ.

“Vi, aku masih punya 1 lagi nih!”

Ternyata masih ada 1 lagi vibrator. Lalu dia nyalakan dan dia tempelkan vibrator itu di penjepit jemuran yang kini menjepit pentilku.

Aku rasakan sensai geli dan sakit secara bersamaan.

“Gimana, Vi? Yang ini pasti lebih enak.”

Tak lama kemudian aku orgasme hebat karena vibrator dalam vaginaku. Dan itu berlangsung selama 5 jam. Entah berapa orgasme yang kudapatkan, pastinya lebih dari 10 kali.

Sudah jam 5 subuh. Om melepaskan penutup mataku. Kulihat dia telanjang dengan penis yang tegak.

“Vi, om udah napsu banget dari 5 jam lalu waktu om siksa kamu. Sekarang gantian ****** om yang masuk situ yah.”

Kontolnya dimasukkan maju mundur dengan gerakan cepat, dihentakkan dalam-dalam dan jarinya memainkan klitorisku. Aku pasrah karena tak ada lagi tenaga yang tersisa.

“Aahhh, Viiiii, om mau keluar nihhhh… Aaaahh…”

Lalu buru-buru dia cabut penisnya dan dilepaskan celana dalam yang menyumpal mulutku. Dia masukkan dalam-dalam penisnya yang berdenyut itu. Cairan hangat menyembur ke dalam kerongkonganku. Aku sampai tersedak karena banyak sekali peju yang dikeluarkan.

Ngga semuanya aku telan, ada yang aku keluarkan karena aku mual. Lalu om membasuh mukaku dengan pejunya yang tumpah dari mulutku.

Penisnya yang masih belepotan peju dilap ke toketku. Dia tersenyum puas. Puas karena sudah semalaman mengerjai aku.

“Makasih ya, Vi sayang…”
Lalu dilepaskan tali yang mengikat tangan dan kakiku. Setelah vibrator tsb diambil, dia pergi begitu saja dari kamar.

Dan kini sudah 3 tahun aku tinggal bersama mereka. Aku pun memutuskan untuk kuliah di Bandung. Kelakuan bejat om ku selama ini sepertinya tidak diketahui oleh tanteku. Om menyayangkan keputusanku untuk kuliah di Bandung. Dia bilang kalau aku memutuskan untuk kuliah di Jakarta, dia mau membantu biaya kuliahku. Cih! Aku tau betul maksud kata-katanya itu. Tapi keputusanku sudah bulat.

Kini aku kuliah di Bandung, di kampus incaranku. Kebetulan juga aku mendapat beasiswa disini. Hal-hal yang terjadi di masa lalu membuatku tegar dan menjadikan ku orang yang berbeda. Kini aku menjadi liar untuk urusan seks. Aku suka sekali menyiksa pasangan seksku. Mendengarkan jeritan dan melihat ekspresi ketakutan mereka membuatku semakin bergairah. Jadi, inilah aku yang sekarang…
Tak lama kemudian aku orgasme hebat karena vibrator dalam vaginaku. Dan itu berlangsung selama 5 jam. Entah berapa orgasme yang kudapatkan, pastinya lebih dari 10 kali.

Sudah jam 5 subuh. Om melepaskan penutup mataku. Kulihat dia telanjang dengan penis yang tegak.

“Vi, om udah napsu banget dari 5 jam lalu waktu om siksa kamu. Sekarang gantian ****** om yang masuk situ yah.”

Kontolnya dimasukkan maju mundur dengan gerakan cepat, dihentakkan dalam-dalam dan jarinya memainkan klitorisku. Aku pasrah karena tak ada lagi tenaga yang tersisa.

“Aahhh, Viiiii, om mau keluar nihhhh… Aaaahh…”

Lalu buru-buru dia cabut penisnya dan dilepaskan celana dalam yang menyumpal mulutku. Dia masukkan dalam-dalam penisnya yang berdenyut itu. Cairan hangat menyembur ke dalam kerongkonganku. Aku sampai tersedak karena banyak sekali peju yang dikeluarkan.

Ngga semuanya aku telan, ada yang aku keluarkan karena aku mual. Lalu om membasuh mukaku dengan pejunya yang tumpah dari mulutku.

Penisnya yang masih belepotan peju dilap ke toketku. Dia tersenyum puas. Puas karena sudah semalaman mengerjai aku.

“Makasih ya, Vi sayang…”
Lalu dilepaskan tali yang mengikat tangan dan kakiku. Setelah vibrator tsb diambil, dia pergi begitu saja dari kamar.

Dan kini sudah 3 tahun aku tinggal bersama mereka. Aku pun memutuskan untuk kuliah di Bandung. Kelakuan bejat om ku selama ini sepertinya tidak diketahui oleh tanteku. Om menyayangkan keputusanku untuk kuliah di Bandung. Dia bilang kalau aku memutuskan untuk kuliah di Jakarta, dia mau membantu biaya kuliahku. Cih! Aku tau betul maksud kata-katanya itu. Tapi keputusanku sudah bulat.

Kini aku kuliah di Bandung, di kampus incaranku. Kebetulan juga aku mendapat beasiswa disini. Hal-hal yang terjadi di masa lalu membuatku tegar dan menjadikan ku orang yang berbeda. Kini aku menjadi liar untuk urusan seks. Aku suka sekali menyiksa pasangan seksku. Mendengarkan jeritan dan melihat ekspresi ketakutan mereka membuatku semakin bergairah. Jadi, inilah aku yang sekarang…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar